MEREKA MENJADI SATU
Kunthi adalah sosok ibu yang baik. Ia ikut bahagia melihat anaknya bahagia. Saat ini anak nomor dua yang bernama Bimasena sedang mengalami kebahagiaan. Semenjak tinggal di Kahyangan Saptapertala, Bimasena telah menjalin
Di sudut taman bunga, Dewi Kunthi duduk sendirian. Hatinya terombang-ambing oleh dua perasaan yang saling bergelayut. Disatu sisi perasaan bahagia yang tumbuh karena ikut merasakan kebahagiaan anak nomor dua yang bernama Bimasena. Di sisi lain, perasaan sedih karena Kunthi membayangkan alangkah sedihnya anak nomor satu yang bernama Puntadewa karena belum mendapat kesempatan untuk merasakan kebahagiaan menjalin
Puntadewa yang melihat Ibunda Kunthi duduk sendirian lewat pukul 11 malam berniat untuk menemaninya. Kedatangan Puntadewa dianggap Kunthi sebagai pembenaran atas perasaannya yang sedang menggelayut di kalbunya. Apa yang dirasakan Puntadewa tentunya tidak jauh berbeda dengan apa yang dirasakan Kunthi. Dengan persepsi yang demikian, Dewi Kunthi membuka pembicaraan.
“Anakku Punta, apa yang engkau rasakan malam ini?”
“Aku merasa tenteram di Saptapertala ini Ibu”
“Apakah adik-adikmu juga merasakan seperti yang engkau rasakan?”
“Iya Ibu”
“Termasuk juga adikmu Bima?”
“Iya Ibu”
Kunthi menatap lembut anak sulungnya yang dengan polos menjawab setiap pertanyaan tanpa gejolak perasaan sesuai dengan yang diperkirakannya. Benarkah Puntadewa tidak tersinggung atas sikap Bimasena yang lebih dahulu menjalin hubungan
“Punta, maksud Ibu adalah, apakah engkau senang melihat Bimasena menjalin
“Tidak sekedar senang Ibu, tetapi aku sungguh bahagia melihat adikku Bima bahagia dengan Dewi Nagagini. Alangkah sempurnanya kebahagiaan adikku Bima jika Ibu berkenan membicarakan hubungan antara mereka berdua kepada Sang Hyang Antaboga, dan meresmikan mereka menjadi suami isteri.”
Perkiraan Kunthi bertolak belakang dengan perasaan Puntadewa yang sesungguhnya. Kunthi terharu atas sikap Puntadewa. Walaupun sejak kecil Kunthi tahu bahwa Puntadewa mempunyai watak sabar dan sikap mengalah terhadap siapapun, tidak mengenai soal
“Punta, semula aku berniat untuk melarang Bima bergaul lebih akrab dengan Nagagini, dengan pertimbangan bukankah kita di sini telah ditolong, dan diperlakukan seperti layaknya tamu terhormat? Apakah kita tega bersikap tidak sopan kepada tuan rumah dan putrinya? Namun niat itu aku urungkan, aku tidak sampai hati memisahkan mereka berdua, karena hal tersebut akan menyakitkan hati Bima dan membuatnya ia bersedih. Oleh karenanya, demi kebahagiaan mereka berdua aku akan membicarakan kepada Sang Hyang Antaboga, sesuai yang engkau usulkan.”
Semua menyetujui usulan Puntadewa, terlebih Bimasena yang menyambutnya dengan sukacita. Maka hari pun dipilih untuk menghadap Sang Hyang Antaboga dengan tujuan membicarakan hubungan antara Bimasena dan Dewi Nagagni
Sang Hyang Antaboga didampingi oleh Nagatatmala menyambut kedatangan Kunthi dan Puntadewa. Mereka berempat menyetujui hubungan Bimasena dan Dewi Nagagini diresmikan sebagai suami isteri.
“Kunthi, kebahagiaan anak-anak kita adalah kebahagiaan kita sebagai orang tua. Hubungan antara Bimasena dan Nagagini sudah menjadi kehendak ‘Dewa’ kita wajib memberikan restu agar mereka selalu bahagia dalam suka dan duka, sakit dan sehat jauh dan dekat”
Hyang Antaboga tersenyum bahagia, mengawali kebahagiaan calon pengantin berdua yang tidak lama lagi diresmikan
Herjaka HS
Artikel ini diambil dari http://wayang.wordpress.com/2010/03/07/kidung-malam-54-mereka-menjadi-satu/
0 comments:
Post a Comment